Senin, 08 Juli 2013



PEMBUATAN CHITOSAN DARI KULIT UDANG DANAPLIKASINYA UNTUK PENGAWETAN BAKSO
1.TujuanTujuan diadakan penelitian ini adalah untuk mengetahui lama waktu pengawetanmakanan dengan menggunakan chitosan terutama pada bakso, mengetahui berapa konsentrasichitosan yang optimal dalam pengawetan bakso serta mengetahui pengaruh Chitosanterhadap sifat fisis bakso baik dari segi citarasa maupun penampakannya.2. Metodologi PenelitianPercobaan ini dibagi dalam dua tahap :A.

Pembuatan Kitosan dari kulit udang

Hasil : serbuk udangTerbagi menjadi beberapa tahap diantarannya yaitu :1.

Proses DeproteinaseProses deproteinase ( tahap pemisahan protein ) adalah proses penghilanganprotein yang terdapat pada limbah udang.
Kulit udang kering

dihancurkanserbuk Serbuk udang : NaOH 1M(1gr : 10 mL)

Dilakukan pada suhu 75°-80°C


Diaduk sampai konstan,selama 60 menit


disaring

Endapan

Dicuci dengan akuades sampai pH netralEndapan netral

 

Hasil : endapan netral2.

Proses DemineralisasiProses demineralisasi tahap pemisahan mineral adalah proses penghilanganmineral yang terdapat pada limbah udang.

Hasil : didapatkan kitin3.

Proses Deasitilisasi , dimana suhu dan waktu dan perbandingan Kitin denganNaOH dibuat tetap.Proses deasetilasi adalah proses untuk memutuskan ikatan antara gugusasetil dengan atom nitrogen, sehingga berubah menjadi gugus amina (-NH2).
Serbuk udang (sampel) : HCl( 1gr : 10mL)

Dilakukan pada suhu 25°-30°C

Diaduk sampai konstan, selama 120 menit

disaringEndapan

Dicuci dengan akuades sampai pH netralKitinKitin

Dimasukkan dalam NaOH konsentrasi 20%, T 90°-100°C

Diaduk sampai konstan selama 60 menitSlurry

Disaring

Dicuci dengan akuades sampai pH netral

dikeringkanKitosan

 

Hasil : didapatkan serbuk kitosanB.

tahap aplikasi chitosan sebagai pengawet bakso

Hasil : Larutan Kitosan

Hasil : Didapatkan hasil bahwa bakso yang direndam dalam wadah yang berbedaselama variabel waktu 15, 30, 45, 60 menit dan variabel konsentrasi chitosan dalampelarut asam asetat 0,5%, 1%, 1,5%, 2%, setelah 3 hari dilihat dari kondisi fisiknya,tekstur bakso masih bagus, masih kenyal dan bau dagingnya masih terasa.Penampakan bakso terlihat lebih baik dan kenyal. Bakso yang direndam denganchitosan, memiliki citarasa yang tidak berbeda dengan bakso yang tidak direndamdengan chitosan. Jadi, chitosan tidak mengubah citarasa bakso.
Serbuk kitosan 0,5 ; 1 ; 1,5 ; dan 2gr

Ditambah 100mL asamasetat 1%

Diaduk selama 1jam

disaringLarutan kitosanBakso ( komposisidaging 80% dan aci 20%

Direndan dengan larutan kitosan dengan variabelwktu 15. 30. 45. Dan 60 menit ( dalam wadah yangberbeda )

Diaduk selam 1 jam

Disaring

Diamati setiap hari selama 4 hari berturut-turutData

 
 Rangkaian alat yang digunakan dalam proses deproteinase, demineralisasi dandeasetilasi adalah sebagai berikut :Keterangan :1. Statif dan klem2. Termometer3. Beaker glass4. Magnetic Stirrer dan pemanas




2.2 Alat dan BahanAlat-alat yang dugunakan dalam kerja praktek ini adalah : peralatan kaca/gelas,magnetik stirer, hot plate, oven, termometer, neraca digital, pH meter, alat soklet,dan alat refluks
Bahan-bahan yang digunakan dalam kerja praktek ini adalah : kulit udang windu(
Penaeus monodon
), natrium hidroksida, asam klorida pekat, aseton, amoniumoksalat, tembaga (II) sulfat, natrium hipoklorit, akuades, dan kertas saring2.3 Prosedur Kerja2.3.1 Persiapan sampelKulit udang windu (
Penaeus monodon
) dicuci dengan air suling, lalu dikeringkandi udara terbuka hingga sedikit kering kemudian dimasukkan ke dalam oven.Kulit udang ditimbang sebanyak 100 gram.2.3.2 Isolasi kitin2.3.2.1 Tahap deproteinasiSebanyak 100 gram kulit udang windu ditambahkan dengan 500 ml natriumhidroksida 3,5 %. Cuplikan diaduk di atas pemanas dan dibiarkan selama 2 jampada suhu 65
0
C. Dilakukan pemisahan antara residu dan filtrat denganpenyaringan, filtrat diuji dengan tembaga sulfat. Residu dicuci dengan akuadeshingga pH netral, lalu dikeringkan dalam oven pada suhu 60
0
C selama 4 jam.Diperoleh kitin kasar,2.3.2.2 Tahap demineralisasiKitin hasil deproteinasi kemudian ditambahkan asam klorida 2 N denganperbandingan 1:10 (
w
 / 
v
), didiamkan selama 2 hari pada suhu kamar. Dilakukanpemisahan antara residu da filtrat. Filtrat diuji dengan amonium oksalat sedangkanresidu dicuci dengan akuades hingga pH netral, lalu dikeringkan dalam ovendengan suhu 60
2.3.2.3 Tahap depigmentasiKitin kasar hasil demineralisasi diekstraksi dengan aseton 1:10 (
w
 / 
v
) selama 8 jamsecara sokletasi, kemudian residu diputihkan dengan narium hipoklorit 0,315 %selama 5 menit pada suhu kamar, kemudian residu dicuci dengan akuades sampaipH netral dan dikeringkan dengan oven pada suhu 60
0
C selama 4 jam.2.3.3 Deasetilasi kitin menjadi kitosanSebanyak 5 gram kitin direaksikan dengan 50 ml larutan natrium hidroksida 50 %,kitin diaduk diatas pemanas air pada suhu 100
0
C selama 5 jam. Residu dicucihingga pH netral dan dikeringkan dalam oven dengan suhu 60
0
C selama 4 jam.2.4 Diagram Alir
deproteinasi
100 g cuplikan + 500 L NaOH 3,5 %dipanaskan, 65
o
C, 2 jamdisaringresidu filtrat diuji dengan CuSO
4

dicuci hingga pH netraldikeringkan dalam oven 60
o
C, 4 jamkitin kasar

 
Setelah dikeringkan diperoleh kitin berwarna kuning lebih muda, terlihat padagambar 3.b. Untuk mendapatkan kitin yang berwarna lebih putih maka kitindirendam dalam larutan NaOCl 0,315 % selama 10 menit. Setelah dicuci dandikeringkan diperoleh kitin seberat 20,5 gram dari berat kulit udang windu(
Penaeus Monodon
) awal 100 gram (20,5 %). Dengan demikian pigmen yangdapat dipisahkan dari sampel sebanyak 4,7 gram (4,7 %).
(a) (b)Gambar 3. (a) Kitin setelah demineralisasi, (b) Kitin setelah depigmentasi
3.2. Isolasi kitosanDeasetilasi merupakan proses penghilangan gugus asetil (COCH
3
) dari kitinmenggunakan larutan alkali. Kitin mempunyai struktur kristalin yang panjangdengan ikatan hidrogen yang kuat antara atom nitrogen dan gugus karboksilatpada rantai bersebelahan. Untuk memutuskan ikatan antara gugus asetilnyadengan gugus nitrogen sehingga berubah menjadi gugus amino (NH
2
) perludigunakan natrium hidroksida dengan konsentrasi tinggi dan waktu deasetilasiyang lama. Pemutusan gugus asetil pada kitin mengakibatkan kitosan bermuatanpositif dan dapat larut dalam asam organik.
 
Proses ini menggunakan larutan NaOH 50 % dan dipanaskan pada suhu 100
0
Cselama 6 jam. Setelah dicuci hingga pH netral dan dikeringkan diperoleh kitosan(gambar 4) seberat 3,45 gram (69 %) dari berat awal 5 gram.Gambar 4. Kitosan dari hasil deasetilasi kitin.
4. KESIMPULAN
Dari hasil kerja praktek ini, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan antara lain :1.

Isolasi kitin dari kulit udang windu (
Penaeus monodon
) memberikan nilaimaksimum protein, mineral, dan zat warna yang dipisahkan sebesar 52,5 %,25,2 %, dan 4,7 %.2.

Kitosan yang diperoleh dari deasetilasi kitin yaitu 3,45 gram (69 %) dari beratawal 5 gram.
 
DAFTAR PUSTAKA
No., H.K., 1989.
 Isolation and Characterization of Chitin from Craw Fish ShellWaste
. Vol. 37 No. 3. Agriculture and Food Chemistry.Austin, P.R, C.J. Brine, J.E. Castle and J.P. Zikakis. 1981.
Chitin New Facets of  Research
. Science 212 : 749Bough, W.A. Shewfelt, and W.L. Salter. 1975.
Use of Chitosan for Rediction and  Recovery of Solid in Poultry Process in Waste Eluents Poultry
. Science. 54(992).Knorr, D. 1973.
Use of Chitinous Polymer in Food 
. Food Technology 39 (1) : 85Bastaman, S., 1989.
Studies on Degradation and Extraction of Chitin and Chitosan from Prawn Shell
. The Queen’s University of Befast. England.Purwatiningsih. 1992.
 Isolasi Kitin dan Karakterisasi Komposisi Senyawa Kimiadari Limbah Kulit Udang Windu
(
Penaeus monodon
). Jurusan KimiaProgram Pasca Sarjana ITB. Bandung.Muzzarelli, RA.A., 1977.
Chitin
.

Faculty of Medicine. University of Ancona.Ancona, Italy.Wulandari, Idayu. 2007.
Sifat Kelarutan dan Berat Molekul Relatif Kitosan dariKitin yang di iradiasi dan tidak di iradiasi
. Skripsi sarjana. UniversitasKristen Satya Wacana. Salatiga.Teguh, Devi Oktaviana. 2003.
Pembuatan dan Analisis Film Bioplastik dariKitosan Hasil Iradiasi Kitin yang Berasal dari Kulit Kepiting Bakau
(
Scyllaserata
). Skripsi sarjana. Universitas Pancasila. Jakarta.Kusumakanti, Siti Rini. 2003.
 Deproteinasi Polimer Kitin dari Kulit UdangWindu (Penaeus monodon) Menggunakan Pseudomonas aeruginosa dan Deasetilasi Polimer Kitin
. Skripsi sarjana. Universitas Lampung

pengelolaan


 
PEMBUATAN CHITOSAN DARI KULIT UDANG DANAPLIKASINYA UNTUK PENGAWETAN BAKSO
1.TujuanTujuan diadakan penelitian ini adalah untuk mengetahui lama waktu pengawetanmakanan dengan menggunakan chitosan terutama pada bakso, mengetahui berapa konsentrasichitosan yang optimal dalam pengawetan bakso serta mengetahui pengaruh Chitosanterhadap sifat fisis bakso baik dari segi citarasa maupun penampakannya.2. Metodologi PenelitianPercobaan ini dibagi dalam dua tahap :A.

Pembuatan Kitosan dari kulit udang


Hasil : serbuk udangTerbagi menjadi beberapa tahap diantarannya yaitu :1.

Proses DeproteinaseProses deproteinase ( tahap pemisahan protein ) adalah proses penghilanganprotein yang terdapat pada limbah udang.
 

Hasil : endapan netral2.

Proses DemineralisasiProses demineralisasi tahap pemisahan mineral adalah proses penghilanganmineral yang terdapat pada limbah udang.

Hasil : didapatkan kitin3.

Proses Deasitilisasi , dimana suhu dan waktu dan perbandingan Kitin denganNaOH dibuat tetap.Proses deasetilasi adalah proses untuk memutuskan ikatan antara gugusasetil dengan atom nitrogen, sehingga berubah menjadi gugus amina (-NH2).
Serbuk udang (sampel) : HCl( 1gr : 10mL)

Dilakukan pada suhu 25°-30°C

Diaduk sampai konstan, selama 120 menit

disaringEndapan

Dicuci dengan akuades sampai pH netralKitinKitin

Dimasukkan dalam NaOH konsentrasi 20%, T 90°-100°C

Diaduk sampai konstan selama 60 menitSlurry

Disaring

Dicuci dengan akuades sampai pH netral

dikeringkanKitosan
 


Hasil : didapatkan serbuk kitosanB.

tahap aplikasi chitosan sebagai pengawet bakso

Hasil : Larutan Kitosan

Hasil : Didapatkan hasil bahwa bakso yang direndam dalam wadah yang berbedaselama variabel waktu 15, 30, 45, 60 menit dan variabel konsentrasi chitosan dalampelarut asam asetat 0,5%, 1%, 1,5%, 2%, setelah 3 hari dilihat dari kondisi fisiknya,tekstur bakso masih bagus, masih kenyal dan bau dagingnya masih terasa.Penampakan bakso terlihat lebih baik dan kenyal. Bakso yang direndam denganchitosan, memiliki citarasa yang tidak berbeda dengan bakso yang tidak direndamdengan chitosan. Jadi, chitosan tidak mengubah citarasa bakso.
Serbuk kitosan 0,5 ; 1 ; 1,5 ; dan 2gr

Ditambah 100mL asamasetat 1%

Diaduk selama 1jam

disaringLarutan kitosanBakso ( komposisidaging 80% dan aci 20%

Direndan dengan larutan kitosan dengan variabelwktu 15. 30. 45. Dan 60 menit ( dalam wadah yangberbeda )

Diaduk selam 1 jam

Disaring

Diamati setiap hari selama 4 hari berturut-turutData
 
 Rangkaian alat yang digunakan dalam proses deproteinase, demineralisasi dandeasetilasi adalah sebagai berikut :Keterangan :1. Statif dan klem2. Termometer3. Beaker glass4. Magnetic Stirrer dan pemanas


udang


Udang adalah binatang yang hidup di perairan, khususnya sungai, laut, atau danau. Udang dapat ditemukan di hampir semua "genangan" air yang berukuran besar baik air tawar, air payau, maupun air asin pada kedalaman bervariasi, dari dekat permukaan hingga beberapa ribu meter di bawah permukaan. Udang biasa dijadikan makanan laut (seafood). Dalam bahasa Banjar disebut hundang.

 
Kerajaan: Animalia
Filum: Arthropoda
Upafilum: Crustacea
Kelas: Malacostraca
Ordo: Decapoda
Upaordo: Pleocyemata
Infraordo: Caridea
Klasifikasi
Phyllum            : Arthopoda       (binatang berkaki ruas)
Sub phylum      : Mandibula
Class                : Crustacea       (binatang berkulit keras)
Sub class          : Malacostraca  (udang udangan tingkat tinggi)
Ordo/bangsa    : Decapoda        (binatang berkaki sepuluh)
Sub ordo          : Natantia          (mengerakkan kakinya untuk berenang)                                              
Familie/suku     : Palaemonidae
Genus/marga    : Macrobrachium
Species/jenis     : Macrobrachium rosenbergii (de Man)

Morfologi
            Tubuh udang galah terdiri dari 2 bagian kepala dan dada disebut Cephalothorax serta bagian badan dan ekor disebut Abdomen. Kepala dan badanya ditutupi oleh kulit keras berupa kelopak kepala atau cangkang kepala yang disebut Carapace. Pada carapace terdiri tonjolan runcing yang bagian atasnya bergerigi 12 – 15 buah dan bagian bawahnya bergerigi 10-14 buah, disebut rostrum (cucuk kepala), yang menjadi cirri khas udang galah disbanding udang air tawar lainnya bagian badanya terdiri dari 6 ruas, sedangkan yang mempunyai sepasang kaki renang (pleipoda) hanyalah 5 ruas, sehingga kaki renangnya berjumlah 10 buah (decapoda).
Seluruh badanya terdiri dari ruas ruas (segmen) yang dibungkus oleh kerangka (eksoskeleton), yang terbuat dari bahan semacam tanduk (chitin) yang diperkeras oleh bahan kapur (kalsium karbonat).
            Udang galah bersifat omnivora, cenderung Nokturnal yaitu aktif pada malam hari. Secara anatomis dan morfologis jenis kelamin udang galah dapat dibedakan dengan jelas, yaitu sebagai berikut :
a.      Udang Galah Jantan
Ø                  Lebih besar dan lebih cepat tumbuh
Ø                  Kaki capit lebih panjang 1½ kali badannya
Ø                  Tubuh langsing/ ramping
Ø                  Alat kelaminnya terletak pada pangkal kaki jalan kelima
Ø                  Ada tonjolan pada kaki jalan kelima

b.      Udang Galah Betina
Ø      Lebih kecil dan lambat tumbuh
Ø      Kaki capit kecil dan lebih pendek
Ø      Kepalanya kecil
Ø      Tubuhnya lebih gemuk, karena ada ruang telur
Ø      Letak kelaminya pada kaki jalan ketiga
                        Tidak ada tonjolan pada kaki jalan kelima






http://sismibeltris.wordpress.com/2013/04/03/fly-ash-sebagai-adsorben/
A. Pengertian adsorben
Ada beberapa pengertian tentang adsorben, yaitu :
Adsorben merupakan zat padat yang dapat menyerap komponen tertentu dari suatu fase fluida (Saragih, 2008). Kebanyakan adsorben adalah bahan- bahan yang sangat berpori dan adsorpsi berlangsung terutama pada dinding pori- pori atau pada letak-letak tertentu di dalam partikel itu. Oleh karena pori-pori biasanya sangat kecil maka luas permukaan dalam menjadi beberapa orde besaran lebih besar daripada permukaan luar dan bisa mencapai 2000 m/g. Pemisahan terjadi karena perbedaan bobot molekul atau karena perbedaan polaritas yang menyebabkan sebagian molekul melekat pada permukaan tersebut lebih erat daripada molekul lainnya. Adsorben yang digunakan secara komersial dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu kelompok polar dan non polar, berikut adalah defenisinya :
• Adsorben Polar disebut juga hydrophilic. Jenis adsorben yang termasuk kedalam kelompok ini adalah silika gel, alumina aktif, dan zeolit.
• Adsorben non polar disebut juga hydrophobic. Jenis adsorben yang termasuk kedalam kelompok ini adalah polimer adsorben dan karbon aktif (Saragih, 2008).
Defenisi lain mengatakan bahwa adsorben adalah cairan yang dapat melarutkan bahan yang akan diabsorpsi pada permukaannya, baik secara fisik ataupun dengan reaksi kimia. Adsorben itu sendiri harus memiliki kriteria yang baik.Adsorben yang baik memiliki beragam persyaratan seperti :
• Memiliki daya melarutkan bahan yang besar
• Selektif
• Memiliki tekanan uap yang rendah
• Sedapat mungkin tidak korosif
• Mempunyai viskositas yang relatif rendah
• Stabil secara termis
• Harga terjangkau
• Adsorben yang sering digunakan adalah air.